Lumpur
pemboran dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan-cairan berbusa,
gas bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu operasi pemboran dengan
membersihkan dasar lubang dari serpih bor dan mengangkatnya kepermukaan, dengan
demikian pemboran dapat berjalan dengan lancar. Lumpur pemboran yang digunakan
sekarang pada mulanya berasal dari pengembangan penggunaan air untuk mengangkat
serbuk bor. Kemudian dengan berkembangnya teknologi pemboran, lumpur pemboran
mulai digunakan. Selain lumpur pemboran, digunakan pula gas atau udara sebagai
fluida pemboran.
2.1 Fungsi Lumpur Pemboran
Pada
awal penggunaan pemboran berputar, fungsi utama fluida pemboran hanyalah
mengangkat serpih dari dasar sumur ke permukaan. Tetapi saat ini fungsi utama
lumpur pemboran adalah:
1.
Pengangkatan Serpih Bor (Cutting Removal)
Lumpur
yang disirkulasi membawa serpih bor menuju permukaan dengan adanya pengaruh
gravitasi serpih cenderung jatuh, tetapi dapat diatasi oleh daya sirkulasi dan
kekentalan lumpur. Dalam melakukan pemboran serbuk bor (cutting) dihasilkan
dari pengikisan formasi oleh pahat, harus dikeluarkan dari dalam lubang bor.
Hal ini berdasarkan atas keberhasilan atau tidaknya lumpur untuk mengangkat
serbuk bor. Apabila serbuk bor tidak dapat dikeluarkan maka akan terjadi
penumpukan serbuk bor didasar lubang, jika hal ini terjadi maka akan terjadi
masalah seperti terjepitnya pipa oleh serbuk bor.
Serbuk bor dapat diangkat jika
lumpur mempunyai kemampuan untuk mengangkatnya. Kemampuan serbuk bor untuk
terangkat hingga kepermukaan tergantung yield point lumpur itu sendiri. Jika
lumpur sudah memiliki yield point yang memadai maka dengan melakukan
sirkulasi serbuk bor dapat terangkat keluar bersama–sama dengan lumpur untuk
dibuang melalui alat pengontrol solid (Solid Control Equipment) berupa shale
shaker, desander, mud cleaner, dan centrifuge.
2
Mendinginkan dan Melumasi Pahat
Panas
yang cukup besar terjadi karena gesekan pahat dengan formasi maka panas itu
harus dikurangi dengan mengalirkan lumpur sebagai pengantar panas kepermukaan.
Semakin besar ukuran pahat, semakin besar juga aliran yang dibutuhkan. Kemampuan melumasi dan
mendinginkan pahat dapat ditingkatkan dengan menambahkan zat–zat lubrikasi
(pelincir) misalnya : minyak, detergent, grapite, asphalt dan zat surfaktan
khusus, serbuk batok kelapa bahkan bentonite juga berfungsi sebagai
pelincir karena dapat mengurangi gesekan antara dinding dan rangkaian bor.
3.
Membersihkan Dasar Lubang (Bottom Hole Cleaning)
Ini
adalah fungsi yang sangat penting dari lumpur bor, lumpur mengalir melalui
corot pahat (bit nozzles) menimbulkan daya sembur yang kuat sehingga dasar
lubang dan ujung–ujung pahat menjadi bersih dari serpih atau serbuk bor. Ini
akan memperpanjang umur pahat dan akan mempercepat laju pengeboran.
Laju
sembur (jet velocity) minimum 250 fps untuk tetap menjaga daya sembur yang kuat
kedasar lubang. Laju sembur yang optimal sebaiknya harus memperhitungkan
kekuatan formasi atau daya kemudahan formasi untuk dibor (formation
drillability). Kalau laju sembur terlalu besar pada formasi yang lunak, dan akan
mengakibatkan pembesaran lubang (hole enlargement) karena kikisan semburan.
Sedangkan pada formasi keras akan terjadi pengikisan pahat dan menyia–nyiakan
horse power
4. Melindungi Dinding Lubang
Supaya Stabil
Lumpur bor harus membentuk
deposit dari ampas tapisan (filter cake) pada dinding lubang sehingga formasi
menjadi kokoh dan menghalang-halangi masuknya fluida (filtrat) kedalam formasi.
Kemampuan ini akan meningkat jika fraksi koloid dari lumpur bertambah, misalnya
dengan menambahkan attapulgite atau zat kimia yang dapat meningkatkan
pendispersian padatan. Dapat pula dengan menambahkan zat–zat poliner sehingga viskositas
dari filtrat (air tapisan) meningkat, dengan demikian mobilitas filtrat didalam
filter cake dan formasi akan berkurang.
5.
Menjaga atau Mengimbangi Tekanan Formasi
Pada
kondisi normal gradien tekanan normal : 0.465/ft, 0.107-ksc/ft. Berat dari
kolom lumpur yang terdiri dari fase air, partikel–partikel padat lainnya cukup
memadai untuk mengimbangi tekanan formasi. Tetapi jika menjumpai daerah yang
bertekanan abnormal dibutuhkan materi pemberat khusus (misal : XCD-polimer)
yang mempunyai berat jenis tinggi untuk menaikkan tekanan hidrostatis dari
kolom lumpur agar dapat mengimbangi dan menjaga tekanan formasi. Besarnya tekanan hidrostatik tergantung dari
berat jenis fluida yang digunakan dan tinggi kolom yang dapat dihitung dengan
persamaan :
Hp = 0.052 x Mw (ppg) x D = Psi
=
0,00695 x Mw (pcf) x D = Psi
dimana :
Hp = Tekanan hidrostatic lumpur, psi.
Mw = Densitas lumpur, ppg/pcf
D =
Kedalaman, ft.
6. Menahan
Serpih / Serbuk Bor dan Padatan Lainnya Jika Sirkulasi Dihentikan
Kemampuan lumpur bor untuk
menahan atau mengapungkan serpih bor pada saat tidak ada sirkulasi tergantung
sekali pada daya agarnya (gel strengt). Daya agar adalah suatu sifat fluida thixotropis
yang mempunyai kemampuan mengental dan mengagar jika didiamkan (static
condition) dan kembali lagi mencair jika diaduk atau digerak–gerakkan. Sifat
pengapungan atau penahan serpih didalam lumpur sangat diinginkan untuk mencegah
turunnya serpih kedasar lubang atau menumpuk di anulus yang akan memungkinkan
terjadinya rangkaian bor terjepit. Tetapi daya agar ini tidak boleh terlalu
tinggi supaya mengalirnya kembali lumpur tidak membutuhkan tekanan awal yang
terlalu besar.
7. Sebagai Media Logging
Data-data dari
sumur yang diselesaikan sangat penting untuk dasar evaluasi sumur yang
bersangkutan, juga penting untuk dasar pembuatan program dan evaluasi
sumur-sumur yang akan di bor selanjutnya. Data-data tersebut diatas didapat
dari analisa cutting dan pengukuran langsung dengan wire logging. Untuk itu
lubang bor harus bersih dari cutting.
8. Menunjang (Support) Berat Dari Rangkaian Bor dan Selubung
Makin
dalam pengeboran, maka berarti makin panjang pula rangkain pipa atau casing,
sehingga beban yang harus ditahan menara rig akan bertambah besar, dengan
adanya bouyancy effect dari lumpur akan menyebabkan beban efektif menjadi lebih
kecil sehingga dengan kemampuan yang ada mampu melakukan pengeboran yang lebih
dalam. Faktor yang mempengaruhi dalam hal ini adalah berat jenis dari lumpur.
9. Menghantarkan
Daya Hidrolika Kepahat
Lumpur pemboran adalah media
untuk menghantarkan daya hidrolika dari permukaan kedasar lubang. Daya
hidrolika lumpur harus ditentukan didalam membuat program pengeboran sehingga
laju sirkulasi lumpur dan tekanan permukaan dihitung sedemikian agar pendayagunaan
tenaga (power) menjadi optimal untuk membersihkan lubang dan mengangkat serpih
bor. Kemampuan untuk membersihkan serbuk bor dari bit itu didapat karena adanya
tenaga hidrolik yang harus disalurkan dari permukaan menuju bit melalui media
lumpur yang disebut sebagai Bit
Hydraulic Horsepower
10. Mencegah
dan Menghambat Laju Korosi
Korosi
dapat terjadi karena adanya gas-gas yang terlarut seperti oksigen CO2,
dan H2S. Juga karena pH lumpur
yang terlalu rendah atau adanya garam-garam di dalam. Untuk menghindari
hal - hal tersebut diatas, ke dalam lumpur dapat ditambahkan bahan – bahan
pencegah korosi atau diusahakan untuk mencegah pencemaran yang terjadi.
2.2 Sifat-Sifat Penting Lumpur
Pemboran
Dalam suatu
operasi pemboran semua fungsi lumpur pemboran haruslah berada dalam kondisi
yang baik sehingga operasi pemboran dapat berlangsung dengan baik. Hal ini
dapat dicapai apabila sifat lumpur selalu diamati dan dijaga secara kontinyu
dalam setiap tahap operasi pemboran. Selain hal tersebut di atas pengukuran dan
pengamatan sifat - sifat kimia juga harus dilakukan dengan seksama.Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga kestabilan sifat – sifat lumpur pemboran.
2.2.1 Berat Jenis
Sifat ini
berhubungan dengan tekanan hidrostatik yang ditimbulkan oleh suatu kolom
lumpur, karenanya harus selalu di jaga guna mendapatkan tekanan hidrostatik
yang sesuai dengan tekanan yang dibor. Lumpur yang terlalu ringan akan
menyebabkan enterusi fluida formasi kedalam lubang dan hal ini akan menyebabkan
kerontokan dinding lubang, kick dan blow out. Lumpur yang terlalu berat akan
dapat menyebabkan problema Lost
Circulation.
2.2.2 Rheology dan Gel – Strength
1. Viscositas
Viscositas
adalah tahanan terhadap aliran atau gerakan yang penting untuk laminar flow.
Alat untuk mengukur viscositas lumpur ialah Marsh
Funnel.
2. Plastic Viscosity (Pv)
Plasctic
viscosity merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gesekan antara
sesama benda padat didalam lubang bor dan merupakan salah satu parameter
kenaikan solid yang ada dalam lumpur.
3. Yield Point (Yp)
Yield
point merupakan tahanan terhadap aliran yang disebabkan oleh gaya elektrokimia
antara padatan – padatan, cairan – cairan dan padatan – cairan.
4. Gel – Strength
Gel
– strength adalah sifat dimana benda cair menjadi lebih kental bila dalam
keadaan diam, dan makin lama akan bertambah kental. Sifat ini dikenal juga
sebagai sifat “THIXOTOPIC”.
2.2.3 Sand Content
Penentuan kadar pasir pada lumpur pemboran adalah
untuk mencegah abrasi
Pada pompa dan
peralatan pengeboran lainnya, juga untuk mencegah penebalan mud cake dan drill
pipe sticking.
2.2.4 Solid Control
Kandungan solid di dalam lumpur bila tidak
dikontrol dengan baik akan mempunyai akibat – akibat yang buruk antara lain :
·
Memperlambat peneteration rate
·
Susah
mengatur sifat – sifat rheologi
·
Bit
dan peralatan lainnya cepat aus.
·
Treatment
menjadi lebih mahal.
Solid dapat berasal dari penambahan weighting agent dapat pula berasal dari
drilled cutting formasi.
2.2.5 Alkalinity Filtrate
Tujuan pemeriksaan alkalinity filtrate
adalah untuk mengetahui kontaminan – kontaminan terhadap lumpur. Kontaminan –
kontaminan ini dapat berasal dari formasi yang di bor maupun dari air yang
digunakan untuk pembuatan lumpur.
2.2.6 Fluid (Water) Loss
Bila suatu
campuran padat – cair, seperti lumpur berada dalam kontak dengan media porous
seperti dinding lubang bor dengan adanya tekanan yang bekerja padanya, makan
akan terjadi perembesan zat cair kedalam media porous tesebut.
2.2.7 PH
PH menyatakan konsentrasi
dari gugus hidroxil (OH¯) yang terdapat dalam lumpur yang akan mempengaruhi
kereaktifan bahan – bahan kimia yang digunakan dalam lumpur.
2.3 Komposisi
Lumpur Pemboran
Komposisi
dari lumpur pemboran disusun dari berbagai bahan kimia yang masing-masing
mempunyai fungsi secara individual, dan diharapkan saling bekerja secara
sinergik untuk mendapatkan sifat-sifat lumpur yang di harapkan Bahan-bahan
kimia penyusun lumpur tidak hanya berfungsi tunggal melainkan dapat berfungsi
ganda. Fungsi pertama disebut primary fungtion sedangkan fungsi keduanya
disebut secondary fungtion.
Lumpur
pemboran yang paling banyak digunakan adalah lumpur pemboran dengan bahan dasar
air (water base mud) dimana air sebagai fasa cair kontinyu dan sebagai pelarut
atau penahan materi–materi didalam lumpur.
Empat
macam komposisi atau fasa yang umum digunakan di dalam lumpur pemboran adalah
sebagai berikut :
1. Fasa cair (air atau minyak)
2. Reactive solids (padatan yang bereaksi
dengan air membentuk koloid )
3. Inert solids (zat padat yang tidak
bereaksi)
4. Fasa kimia
Dari
keempat komponen ini dicampurkan sedemikian rupa sehingga didapatkan lumpur
pemboran yang sesuai dengan keadaan formasi yang ditembus.
2.3.1 Fasa
Cair
Fasa
cair adalah komponen utama lumpur pemboran. Fungsi dari fasa cair adalah
sebagai fasa dasar yang dapat menyebabkan lumpur dapat mengalir. Disamping itu
bila bereaksi dengan reaktif solid akan membentuk koloid yang viscositasnya
tertentu sehingga lumpur dapat mengangkat serpih bor. Fasa cair yang digunakan
disesuaikan dengan kondisi lapangan dan kondisi formasi yang yang dibor. Fasa
cair yang biasa digunakan adalah air tawar, air garam, minyak dan emulsi antara
minyak dan air.
2.3.2 Reactive
Solids
Padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya
untuk membentuk koloidal. Dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite
mengisap (absorp) air tawar dan membentuk lumpur. Istilah “yield”
digunakan untuk menyatakan jumlah barrel lumpur yang dapat dihasilkan dari satu
ton clay agar viskositas lumpurnya 15 cp.
Bentonite
digunakan antara lain sebagai bahan dasar lumpur pemboran, pada dasarnya
Bentonite dibuat dari bahan lempung ( clay ) yang besifat Na-Monntmorillonite
dan Ca-Monntmorillonit. Na-Monntmorillonite
sangat baik digunakan sebagai bahan dasar lumpur pemboran karena mampu
mengembang ( Swelling ) sampai 8 kali jika direndam dalam air.
Kemampuan mengembang yang cukup besar, akan membentuk suatu larutan dengan viscositas yang cukup besar, hal ini penting untuk membersihkan
dasar lubang sumur dan juga membentuk suatu lapisan dinding yang elastic yang
akan melindungi dinding lubang agar tidak runtuh.
Bentonite
merupakan gabungan lempung ( Clay ) yaitu kumpulan mineral dan bahan bahan
seperti illit, kaolinit, siderite dan terbanyak adalah montmorillnite ( 85 – 90
% ) dan logam alkali tanah.
Untuk
salt water clay (attapulgite), swelling akan terjadi baik di air
tawar atau di air asin dan karenanya digunakan untuk pemboran dengan “salt
water muds”. Baik bentonite atau attapulgite akan memberikan
kenaikan viskositas pada lumpur. Untuk oil base mud, viskositas
dinaikkan dengan penaikan kadar air dan penggunaan asphalt.
2.3.3 Inert Solids
Inert
solid adalah padatan yang tidak bereaksi dengan air dan dengan komponen lainnya
dalam lumpur, dimana material ini tidak tersuspensi. Fungsi utama dari material
ini adalah berkaitan erat dengan densitas lumpur berguna untuk menambah
berat ata berat jenis dari lumpur, yang tujuannya untuk menahan tekanan dari
tekanan formasi dan tidak banyak pengaruhnya dengan sifat fisik lumpur yang
lain. Material inert ini antara lain adalah barite atau barium
sulfate (BaSO4), besi oxida (Fe2O3),
calcite atau calsium sulfate (CaSO4) dan galena
(PbS), dimana kebanyakan dari zat-zat ini berfungsi sebagai material pemberat.
Inert
solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa oleh
lumpur seperti chert, pasir atau clay-clay non swelling, padatan
seperti ini bukan disengaja untuk menaikkan densitas lumpur dan perlu
dibuang secepat mungkin (dapat menyebabkan abrasi dan kerusakan pompa).
Sebagai
contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam lumpur bor, adalah :
• Barite (BaSO4)
• Oksida Besi (Fe2O3)
• Kalsium Karbonat (CaCO3)
• Galena (PbS)
2.3.4 Fasa Kimia
Zat kimia
merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk mengontrol sifat – sifat
lumpur misalnya menyebarkan partikel- partikel clay (disepertion),
menggumpalkan partikel – partikel clay (flocculation) yang akan berefek pada
pengkoloidan partikel clay itu sendiri. Banyak sekali zat kimia yang dapat
digunakan untuk menurunkan kekentalan, mengurangi water loss, mengontrol fasa
kolid yang disebut dengan surface active
agent.
Zat kimia yang
dapat menurunkan kekentalan dan mendispersi partikel clay biasa disebut thiner.
Thiner yang dapat menurunkan kekentalan atau mengencerkan partikel clay
diantaranya adalah :
1. Quobracho (dispersant)
2. Phosphate
3. Sodium Tannate (kombinasi caustic soda dan
tannium)
4. Lignosulfonate
5. Lignite
Sedangkan
zat-zat yang dapat menaikkan kekentalan
antara lain :
1. C.M.C
2. Starch
3. Drispac
Zat-zat
kimia tersebut diatas bereaksi dan mempengaruhi lingkungan sistem lumpur
tersebut, misalnya dengan menetralisir muatan – muatan listrik clay,
menyebabkan dispertion dan lain sebagainya.
2.4 Jenis Lumpur Pemboran
Pada
umumnya lumpur pemboran dibagi dalam dua sistem, yaitu lumpur bor dengan bahan
dasar air (water base mud) dan lumpur bor dengan bahan dasar minyak (oil base
mud). Lumpur bor berdasarkan fasa cairnya yaitu air dan minyak dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Water base mud
Lumpur
jenis ini yang paling banyak digunakan, karena biayanya relatif murah. Lumpur
ini terbagi atas fresh water mud dan salt water mud, dan apabila
dilihat dari komposisinya lumpur ini terbagi lagi sebagai berikut :
a) Gel
spud mud
Komposisinya
adalah sebagai berikut :
- 20 – 25 lb/bbl bentonite
- 0.25 – 0.5 lb/bbl caustic soda
Lumpur
ini digunakan pada awal pemboran dimana pemeliharaannya dengan cara menjalankan
desander dan desilter secara terus menerus selama sirkulasi
lumpur.
b) Lignosulfonate
mud
Lumpur
ini dalah salah satu jenis fluida pemboran yang serba guna, dan dalam prakteknya
lumpur ini akan menajadi optimal bilamana beberapa syarat penting harus kita
perhatikan, antara lain :
·
Berat
Jenis tinggi ( > 14ppg )
·
Tahan
Panas ( 121 – 150o )
·
Toleransi
padatan yang tinggi
·
Tapisan
yang rendah ( < 10 cc )
·
Toleransi
terhadap garam, anhydrite, gypsum
·
Tahan
kontaminasi semen
Komponen
dasarnya meliputi air tawar atau air asin, bentonite, Chrome Lignosulfonat,
lignite, caustic soda, CMC, atau modified Starch. Ada beberapa faktor yang
harus diperhatikan di dalam penggunaan lumpur Lignosulfonat :
·
Sifat
inhibitive akan rusak paa suhu 300o F
·
Sifat
pengontrolan laju tapisan akan rusak pada temperatur 350o F
·
Pada
temperatur > 400o F lignosulfonat akan pecah
·
Viscositas
akan berkurang seiring kenaikan temperatur
·
Lignosulfonate
tidak efektif dalam menstabilkan shale
·
Filtrat
lumpur Lignosulfonat dianggap mempinya peranan merusak formasi yang produktif
·
Lumpur
Lignosulfonat yang sudah terkontaminasi semen akan mengental
Tergolong
lumpur medium sampai berat, temperatur kerja 250 – 300 °F, mempunyai toleransi tinggi terhadap
konsentrasi garam, anhidrit gipsum dan semen.
Komposisinya adalah sebagai berikut :
- Bentonite
20 – 25 lb/bbl
- Spersene
2 lb/bbl
- Xp
– 20 1 lb/bbl
- Barite secukupnya sesuai dengan kebutuhan
c) Polimer mud
Komposisinya
adalah sebagai berikut :
- Menggunakan air tawar
- 0.25 lb/bbl soda ash
-
Bentonite
-
Caustic soda
d) Sea water mud
Adalah lumpur lignosulfonate yang mempergunakan prehydrated
bentonite untuk dasar pengental didalam air asin, formulasinya berkisar 2
ppb caustic soda, 1.5 ppb kapur (lime), 2-4 ppb lignosulfonate,
1-2 ppb lignite dan larutan prehydrated bentonite secukupnya.
Biasanya alkalinity pf 1.3-3.00 cc dijaga dengan caustic soda, pm
3.0-8.0 cc dengan kapur dan tapisan dipembuat lumpur. Konsentrasi garam dalam
air laut berkisar 30-35,000 ppm dengan berbagai ion-ion lain (Mg+2,
Ca+2).
2. Oil
base mud
Lumpur
ini mengandung minyak sebagai fasa kontinyunya, komposisinya diatur agar kadar
airnya rendah (3-5% volume). Relatif lumpur ini tidak sensitif terhadap
contaminant. Tetapi airnya adalah contaminant karena memberikan efek negatif
bagi kestabilan lumpur ini. Untuk mengontrol viskositas, gel strength,
mengurangi efek kontaminasi air dan mengurangi filtrate loss, perlu ditambahkan
zat-zat kimia.
Faedah
oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak, karena
itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik
terhadap formasi biasa maupun formasi produktif. Kegunaan terbesar dari oil
base nud ini adalah pada completion dan work over sumur. Kegunaan yang lain
adalah untuk melepaskan drill pipe yang terjepit , mempermudah pemasangan
casing dan liner. Oil base mud ini harus ditempatkan pada suatu tanki besi
untuk menghindarkan kontaminasi air. Rig harus dipersiapkan supaya tidak kotor
dan bahaya api berkurang.
Kerugian
penggunaan oil base mud adalah :
- dapat mengkontaminasi lingkungan terutama
untuk daerah operasi offshore.
- solid kontrol sulit dilakukan bila
dibandingkan dengan water base mud.
- Elektrik logging tidak dapat dilakukan.
- Biayanya relatif lebih mahal.
3. Emulsion
mud
Terbagi
atas oil in water emulsion dan water in oil emulsion tergantung
dari fasa apa yang terdispersi. Fungsi lumpur ini adalah untuk menambah ROP,
mengurangi filtration loss, menambah pelumasan dan mengurangi torque, dimana
lumpur ini banyak digunakan dalam directional drilling. Komposisinya adalah
lumpur dasar ditambah minyak mentah atau minyak solar 2-15% atau lumpur dengan
dasar minyak ditambahkan air 24-45% air.
2.5 Faktor
Utama Dalam Pemilihan Lumpur Bor
Dalam
menentukan lumpur bor yang akan
digunakan dalam operasi pemboran harus diperhatikan beberapa faktor utama untuk
memilih lumpur bor tersebut, yaitu :
Ø Bahan dasar
pembuatannya air tawar, air asin dan minyak.
Ø Sifat formasi
yang akan ditembus.
Ø Problem yang
akan terjadi dan yang berhubungan dengan lumpur diusahakan sekecil mungkin.
Ø Dibutuhkan atau
tidaknya peralatan pengontrol padatan yang efektif.
Ø Kestabilan
terhadap temperatur dan kontaminasi yang terjadi (misalnya semen, air tawar).
Ø Pengaruh
terhadap total biaya pemboran.
2.6 Pemakain
Polimer Pada Lumpur Dasar Air Tawar
Pemakaian
polimer pada lumpur bor adalah yang dapat berfungsi sebagai
v Penggumpal ( flocculants )
Floculant berfungsi untuk mengikat
cutting agar mudah dipisahkan dari
lumpur. Semua floculant tersusun dari
polymer, contoh :
1.
PHPA : ( Partially Hidrolized Polyacril Amide )
2.
SPA : (
Sodium Poly Acrilate )
v Pemecah gumpalan
( deflocculants )
Bahan ini
berfungsi untuk menurunkan viscositas
dan pada umumnya mempunyai second fungtion sebagai fluid loss reducer.
v Pengontrol
kehilangan lumpur ( fluid loss control agent )
Bahan ini berfungsi sebagai viscofier seperti cmc
dan pac – polymer,
sedangkan yang berfungsi sebagai thinner adalah
lignite.penggunaan formulasi yang menggunakan polymer hendaknya memeperhatikan
temperatur, karena pada umumnya jenis – jenis polymer tidak tahan temperatur
tinggi.
v Pengental (
viscosifier )
Viscosifier adalah bahan yang digunakan untuk menaikkan viskositas yang
biasanya mempunyai secondary fungtion sebagai fluid loss reducer.
Ada dua macam viscosifier yaitu :
·
Tipe clay mineral
·
Tipe polymer seperti XCD polymer dan guard gum
polymer
v Meningkatkan
daya guna bentonite ( bentonite extender
)
Polimer dengan anion tinggi mampu meningkatkan viskositas dan gel
strength di dalam konsentrasi padatan 4% dan konsentrasi <20 ppb. Polimer
jenis ini mampu menempel pada ujung – ujung lempung dan mengembang, sehingga
luas permukaan akan bertambah dan dengan sendirinya viskositas juga akan
meningkat.
v Penstabil
shale ( shale stabilization agents )
Bahan ini berfungsi untuk menstabilkan shale formasi agar tidak gugur
kedalam lubang bor. Dengan pola kerja adalah sebagai berikut :
·
Pola Coating
Bahan akan menyelimuti partikel – partikel shale
sehingga kontaknya dengan fluida dapat dikurangi.
·
Pola Osmosa
Pada pola ini mengandalkan garam – garam terlarut
untuk mengabsorbsi air dari dalam shale.
v Penstabil pada
suhu tinggi ( temperature stabilization
)
Mengontrol rheologi lumpur pada temperatur tinggi, karena pada temperatur
tinggi lumpur biasanya akan terjadi gelation, yaitu naiknya viskositas lumpur
jauh diatas normal, jadi pada dasarnya bahan ini adalah defloculant untuk
temperatur tinggi.
v Mencegah korosi
( corrosion inhibitor )
Bahan ini berguna untuk mencegah terjadinya korosi pada drill string
maupun pada peralatan pengeboran lainnya.
v Detergen
Detergen berfungsi untuk mencegah terjadinya balling oleh clay pada bit
dan drill string. Di samping itu juga berfungsi untuk menurunkan tegangan
permukaan lumpur , sehingga cutting lebih mudah diendapkan di settling pit.
v Lubricant
Lubricant adalah bahan untuk mengurangi gesekan / torsi antara rangkain
pipa dengan dinding lubang dan pada umumnya di buat dari senyawa – senyawa
derivat fatty acid.
2.7 Kandungan
Garam
Kandungan
Cl‾ ditentukan untuk mengetahui kadar garam dari
lumpur. Kadar garam dari lumpur akan mempengaruhi interprestasi logging
listrik. Kadar garam yang besar aka menyebabkan daya hantarnya besar pula.
Pembacaan resistivity dari cairan formasi akan terpengaruh. Naiknya
kadar garam dari lumpur disebabkan cutting
garam yang masuk kedalam lumpur disaat menembus formasi yang mengandung garam,
dengan kata lain lumpur terkontaminasi oleh garam.
2.8 Kontaminasi
Lumpur Bor
Kontaminasi adalah suatu problem yang
dapat muncul dengan gejala yang perlahan-lahan ataupun dengan segera dan cepat,
dan biasanya diamati suatu fluktuasi sifat-sifat lumpur yang tadinya normal
saja menjadi naiknya yield point, naiknya daya agar, viskositas yang berlebih
dan laju tapisan yang tidak terkontrol.
Kontaminan
didefinisikan semua jenis zat (padat, cairan ataupun gas) yang dapat
menimbulkan pengaruh merusak terhadap sifat-sifat fisika atau kimiawi dari
fluida pemboran. Semua jenis lumpur mempunyai satu kontaminan umum yaiut padatan
berat jenis rendah (Low Solid Gravity), baik yang berasal dari serbuk bor
ataupun dari pemakaian bentonite yang terlalu berlebihan.
2.8.1 Kontaminasi
Sodium Chlorida
Kontaminasi
ini terjadi saat pemboran menembus kubah garam (salt dome), lapisan garam,
lapisan batuan yang mengandung konsentrasi garam yang cukup tinggi atau akibat
air formasi yang berkadar garam tinggi dan masuk kedalam sistim lumpur. Akibat
adanya kontaminasi ini, akan mengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti
viscositas, yield point, gel strengt dan filtration loss. Kadang-kadang
penurunan pH dapat pula terjadi bersamaan dengan kehadiran garam pada sistim
lumpur.
2.8.2 Kontaminasi
Gypsum dan Anhydrit
Hanya
sedikit daerah didunia dimana tidak dijumpai formasi gypsum (CaSO4),
pilihan yang diambil dalam mengatasi ini adalah dengan mengendapkan ion Ca+2
atau merubah sisitim lumpur kapur (dasar kalsium). Gejala mula-mula dari
kontaminasi gypsum adalah viskositas yang tinggi, daya agar tinggi dan laju
tapisan bertambah.
2.8.3 Kontaminasi
Semen
Kemungkinan
untuk kontaminasi semen itu selalu ada pada setiap sumur pemboran. Semen tidak
menjadi kontaminan hanya jika fluida yang dipakai air jernih, air garam, lumpur
kalsium dan lumpur minyak. Parah atau tidaknya kontaminasi ini tergantung pada
faktor-faktor seperti konsentrasi padatan dalam lumpur dan keras atau lunaknya
semen pada lubang.
Gejala kontaminasi semen adalah viskositas
yang tinggi, yield point yang abnormal, daya agar yang besar dan tapisan yang
tidak terkontrol, ini disebabkan reaksi ion Ca+2 dari semen dengan
lempung dan tingginya pH larutan.
2.9 Sistem
Lumpur Non Disperse Dengan Padatan Rendah
Sistem lumpur non dispersi dengan
padatan rendah dipergunakan untuk memperoleh laju penembusan yang lebih cepat
tanpa merusak stabilitas lubang bor. Hal ini dapat ditanggulangi dengan
pemakain bahan kimiadan cara – cara mekanis seperti :
-
Menjaga lumpur dengan kadar padatan rendah dengan
total kumulatif
dibawah 6%.
-
Partikel koloid diperkecil di bawah 1 mikron.
Lumpur ini menggunakan bentonite dengan
polimer untuk mencapai hasil yang dikehendaki dan sifat kehilangan cairan yang
terkontrol. Untuk pemberat lumpur ini dapat dipakai barite.
Jika
lumpur ini dibuat dengan komposisi yang tepat dan terus dipelihara maka
pemakaian dispersane atau pengencer dapat dihindarkan. Jika koloid dan
keseluruhan kandungan tetap dijaga dalam batas – batas yang dapat diterima maka
pengaturan sifat – sifat aliran dapat dibuat dengan memakai sistem
polyacrylate.
Lumpur tersebut memberikan beberapa
keuntungan diantaranya adalah dapat memudahkan pembersihan padatan dengan
kandungan rendah, meningkatkan daya hidrolik, mempercepat laju penembusan,
pemeliharaan yang mudah sehingga secara keseluruhan membuat pelaksanaan operasi
pemboran akan berjalan lebih efisien.
Pemakaian lumpur polimer non dispersi
dengan padatan rendah sering digunakan pada operasi pemboran dengan tingkat
tinggi keberhasilan yang cukup tinggi. Dengan manfaat yang terdapat dalam
lumpur tersebut maka modifikasi dari lumpur ini menjadi tipe fluida pemboran
yang layak dipergunakan.
Faktor ekonomis dari pemakaian lumpur
non dispersi dengan padatan rendah menjadi salah satu faktor yang harus
dipertimbagkan, terutama pada daerah dengan kemampuan laju penembusan formasi 1
– 30 ft/jam. Dengan lumpur jenis ini maka laju penembusan akan meningkat bahkan
pada formasi batuan keras, sehingga dari segi biaya pemakaian lumpur ini lebih
menguntungkan.
Untuk penggunaan lumpur ini pada
formasi sedang dengan laju penembusan ( 30 – 50 ft/jam ), didapat keuntungan pada
usia pakai pahat bor, sehingga biaya pemboran dapat lebih rendah.
Pada laju penembusan 50 – 75 ft/jam
penggunaan lumpur ini akan memberikan nilai keekonomisan yang cukup baik.
Dengan catatan digunakannya menara bor ( rig ) yang memiliki alat pengontrol
padatan untuk membersihkan serbuk bor.
Pada kondisi luar biasa dengan
kecepatan penembusan 75 – 200 ft / jam, lumpur polimer non dispersi ini tidak
dapat dipergunakan karena akan menghasilkan serbuk bor dalam jumlah besar.
2.10 Sistem
Lumpur Dispersi
Lumpur pemboran
dispersi yang paling sederhana adalah lumpur air tawar yang tercampur hidrat
lempung secara alami apabila mata bor menembus formasi. Lumpur pemboran
dispersi ini disebut juga lumpur alami dan dipakai dalam pemboran dangkal atau
untuk pemboran bagian atas dari sumur yang dalam.
Pemboran dimulai dengan sirkulasi air
tawar,dimana reaksi padatan lempung dalam formasi yang sedang di bor menjadi
hidrat dan menyebar ( dispersi ). Sifat kekentalan lumpur pemboran juga
diperlukan untuk pengangkatan serbuk bor kepermukaan.
Untuk meningkatkan viskositas,
bentonite bisa ditambahkan sebagai pelengkap lempung, dan jika peningkatan
viskositas lebih cepat secara berlebihan maka lumpur pemboran diencerkan dengan
air. Pengencer ini terus berlanjut untuk tahap berikutnya sehingga menjadi
tidak praktis karena banyaknya volume lumpur yang perlu diperhatikan.
Tahap berikutnya adalah mempertahankan
dan memlihara jenis lumpur tersebut dengan membersihkan bebrapa padatan
pemboran atau serbuk bor dengan perlengkapan mekanis dan pengolahan bahan
kimia.
Senyawa fosfat, asam sodium pyrofosfat,
sodium tetrafosfat merupakan zat - zat
utama yang dipakai dalam mengontrol kondisi lumpur. Pengontrolan padatan
pemboran didalam lumpur dilakukan melalui penambahan bahan kimia ( additive)
pengenceran lumpur dengan air dan peralatan pembersih padatan bor.
Keuntungan Dan Kerugian Sistem Fluida
Pemboran Disperse
Keuntungan dan
kerugian yang didapat dengan menggunakan sistem fluida pemboran disperse (
Lumpur Lignosulfonate ) antara lain :
Ø
Keuntungan
:
·
Mudah dalam pembuatan dan relatif lebih sedikit
menggunakan bahan kimia.
·
Mempunyai efek penurunan laju penembusan ( karena
memiliki banyak partikel yang berukuran < 1 mikron ).
·
Sesuai untuk lumpur dengan berat jenis tinggi.
·
Dapat dipakai pada temperatur tinggi.
Ø
Kerugian
:
·
Tidak dapat dipakai pada pemboran formasi batuan
yang keras.
·
Tidak dapat dipakai pada operasi pemboran yang cepat
karena terlalu banyak serbuk bor yang dihasilkan.